Sampe sana, kita ngeliat dia lagi berdiri, ngobrol sama kelompok Rawon Ayam. Sehabis pak Muhajir selesai ngomong, dia langsung manjat pohon kelapa di sebelah jalan.
Dia manjat pohon gak pake alat bantu, atau pengaman, tapi dia memanjat dengan kakinya menapak ke bagian-bagian pohon yang sudah dibentuk, jadi pijakan kaki, untuk membantu dia memanjat. Sampai dia di atas, aku kurang lihat, apa yang dia lakuin di atas pohon. Tapi, kata yang lain, dia sedang mengambil air nira, yang keluar dari bunga pohon kelapa.
Setelah dia turun lagi, banyak dari kita yang nanya-nanya tentang air nira itu. Yang aku dapet dan aku catet, dia ambil air nira dari pohon kelapanya, setiap hari. Kata pak Muhajir, air nira dapat dijadikan minuman keras, atau minuman beralkohol. Setelah aku cari-cari di google trus sampe di wikipedia, ternyata nama minuman keras yang terbuat dari air nira disebut Tuak Nira di Sumatera Utara (Suku Batak). Tapi nama minuman keras ini gak cuman satu. Nama minuman ini ada banyak, dan berbeda-beda di setiap negara.
Balik lagi ke pak Muhajir. Kata pak Muhajir, dulu dia mengambil air nira dari 10 pohon sekitar rumahnya, tapi sekarang dia hanya mengambil dari 7 pohon saja. Pohon-pohonnya berumur sekitar 70 tahun. Katanya, pohon kelapa sudah menghasilkan air nira sejak umur 7 tahun. Setelah kita ngobrol banyak, kita masuk ke dalam rumahnya/dapurnya.
Sampai di dalam dapurnya. aku lihat ada ibu-ibu, yang sudah lumayan tua. Nama ibu itu adalah bu Kusnia. Dapurnya gelap, tapi lumayan besar. Di dapurnya ada semacam meja pendek, sekitar 30 senti tingginya. Mejanya bisa diduduki. Di mejanya ada beberapa toples berisi makanan, kalau tidak salah ada yang isinya sisa gula jawa. Di dapurnya ada 3 tungku, semuanya menyatu, tapi pembakaran kayunya terpisah. Di dapur itu, bu Kusnia sedang memasak air niranya, untuk dijadikan gula jawa. Untuk cara masaknya aku kurang tau, karna aku kurang catat di bagian pemasakannya. Yang pasti dia sempat bilang "Pas udah mau jadi, dikasih parutan kelapa" - "Kalau tidak, tidak akan jadi gula jawa"
Selagi dia masak, pak Muhajir menawarkan kita Gula jawa buatannya. Dia menyuruh kita untuk menghabiskannya. Kata pak Muhajir, gula jawa bisa tahan (tidak basi) selama setengah bulan. Lalu kita diajak pak Muhajir keluar dari dapurnya (ke blakang) yang langsung outdoor. Di belakang, dia kasih tau kita, kalau sebelum dia mengambil air nira, dia tabur gamping (bubuk kapur bangunan) sekitar 1 sendok teh. Aku kurang tau, untuk apa dikasih bubuk kapur gamping ini. Tapi setauku, harus dikasih bubuk kapur gamping, sebelum mengambil air nira. Tidak boleh tidak dikasih bubuk kapur gamping.
Selagi dia masak, pak Muhajir menawarkan kita Gula jawa buatannya. Dia menyuruh kita untuk menghabiskannya. Kata pak Muhajir, gula jawa bisa tahan (tidak basi) selama setengah bulan. Lalu kita diajak pak Muhajir keluar dari dapurnya (ke blakang) yang langsung outdoor. Di belakang, dia kasih tau kita, kalau sebelum dia mengambil air nira, dia tabur gamping (bubuk kapur bangunan) sekitar 1 sendok teh. Aku kurang tau, untuk apa dikasih bubuk kapur gamping ini. Tapi setauku, harus dikasih bubuk kapur gamping, sebelum mengambil air nira. Tidak boleh tidak dikasih bubuk kapur gamping.
Setelah dari pak Muhajir, kita semua pulang ke Homestay masing-masing, untuk makan, mandi, dll. Habis itu disuruh kumpul lagi, di Homastay Gatotkaca. Di Sana kita disuruh pisah secara kelompok. Kita disuruh untuk ke tiga HomeIndustri (Usaha di dalam rumah/Industri rumahan). Ada Tempe, Criping telo, yang satunya aku lupa (ᵔᴥᵔ). Setelah dikasih tau disuruh kemana ajah, Klompok ku langsung jalan ke tempat pembuatan Criping telo.
Di jalan menuju Criping telo, aku dan Kaysan berharap belum ada yang kesana. Karna peraturan dari kakak jaladwaranya Setiap kelompok tidak boleh bertemu dengan kelompok lainnya. Jadi kita sedikit bergegas ke sana.
Sampai di Criping telo, kita liat tidak ada orang sama sekali. Pertama kita kira kalau tempatnya sedang tutup. Setelah kita masuk, ternyata ada ibu-ibu masih uda sedang menggoreng sesuatu. Kita masuk terus aku nanya "Misi bu. Lagi apa nih bu?" ibu itu jawab "Lagi goreng criping" trus aku tanya lagi "Sebelum digoreng diapain dulu bu?" dia jawab "Sebelum digoreng, ya dipotong dulu. Baru dicuci dua kali pake air tepung tapioka." trus aku tanya lagi "Kalo dijual harganya berapa bu?" dia jawab lagi "Kalo yang kantung kecil, harganya tiga ribu" trus aku tanya lagi "Ini singkong-singkongnya beli atau nanem sendiri bu?" ibu itu jawab "Beli." aku tanya lagi "Beli di mana bu?" dijawab ibunya "Di sekitar desa ini ajah." Sambil ngeliatin aku tanya lagi "Kalo bumbunya pake apa tuh bu?" ibu itu jawab "Pake bumbu Royco." aku tanya lagi "Royconya dipake berapa bungkus untuk berapa banyak criping bu?" ibu itu jawab "Untuk 1 karung gede itu, pake sekitar 4 sapai 5 bungkus Royco." Sambil nunjuk ke karung besar. Trus aku tanya lagi "Kenapa kok pake Royco bu? Kenapa gak yang lain?" ibu itu jawab lagi "Karna kalo Royco lebih enak dan gurih rasanya. Kalo pake bumbu lain gak terlalu enak, dan kalo gak pake bumbu sama sekali rasanya ya tawar." trus aku ngomong "Oh. Oh iya, maaf bu, boleh tau nama ibu siapa?" ibu itu jawab "Nama saya bu Tika." aku tanya lagi "Kalo umurnya boleh tau berapa?" ibu itu jawab lagi "Umur saya 36 tahun."
Setelah itu kita hening sebentar, terus muncul pertanyaan lagi "Oh iya, Kalo air tepung yang udah selesai dipake, diapain bu?" ibu itu jawab "Air tepungnya bisa buat minum sapi." kita tanya lagi "Oh. Sapi siapa bu?" ibu itu jawab lagi "Sapi saya sendiri." trus kita tanya lagi "Kalo kulit singkongnya diapain bu?" dia jawab "Bisa di jadiin makanan kambing, kambing saya juga." trus kita tanya lagi "Ibu punya sawah?" ibu itu jawab "Tidak. Saya tidak punya sawah." ibu itu kasih tau kita "Kalo mau liat pas motongnya kesitu tuh." Sambil nunjuk ke arah ruangan di sebelah tempat penggorengan. Kita jalan ke tempatnya, kita liat ada bapak-bapak lagi megangin ember di depan mesin. Bapak itu bilang "Untuk Singkong yang kecil di masukin sini. Tapi kalo yang manual di potong sendiri pake itu." Sambil nunjuk ke alat pengiris singkong manual. Kita gak banyak nanya lagi, terus kita pamit ke mereka. Lalu kita pulang.
Sampai di Criping telo, kita liat tidak ada orang sama sekali. Pertama kita kira kalau tempatnya sedang tutup. Setelah kita masuk, ternyata ada ibu-ibu masih uda sedang menggoreng sesuatu. Kita masuk terus aku nanya "Misi bu. Lagi apa nih bu?" ibu itu jawab "Lagi goreng criping" trus aku tanya lagi "Sebelum digoreng diapain dulu bu?" dia jawab "Sebelum digoreng, ya dipotong dulu. Baru dicuci dua kali pake air tepung tapioka." trus aku tanya lagi "Kalo dijual harganya berapa bu?" dia jawab lagi "Kalo yang kantung kecil, harganya tiga ribu" trus aku tanya lagi "Ini singkong-singkongnya beli atau nanem sendiri bu?" ibu itu jawab "Beli." aku tanya lagi "Beli di mana bu?" dijawab ibunya "Di sekitar desa ini ajah." Sambil ngeliatin aku tanya lagi "Kalo bumbunya pake apa tuh bu?" ibu itu jawab "Pake bumbu Royco." aku tanya lagi "Royconya dipake berapa bungkus untuk berapa banyak criping bu?" ibu itu jawab "Untuk 1 karung gede itu, pake sekitar 4 sapai 5 bungkus Royco." Sambil nunjuk ke karung besar. Trus aku tanya lagi "Kenapa kok pake Royco bu? Kenapa gak yang lain?" ibu itu jawab lagi "Karna kalo Royco lebih enak dan gurih rasanya. Kalo pake bumbu lain gak terlalu enak, dan kalo gak pake bumbu sama sekali rasanya ya tawar." trus aku ngomong "Oh. Oh iya, maaf bu, boleh tau nama ibu siapa?" ibu itu jawab "Nama saya bu Tika." aku tanya lagi "Kalo umurnya boleh tau berapa?" ibu itu jawab lagi "Umur saya 36 tahun."
Setelah itu kita hening sebentar, terus muncul pertanyaan lagi "Oh iya, Kalo air tepung yang udah selesai dipake, diapain bu?" ibu itu jawab "Air tepungnya bisa buat minum sapi." kita tanya lagi "Oh. Sapi siapa bu?" ibu itu jawab lagi "Sapi saya sendiri." trus kita tanya lagi "Kalo kulit singkongnya diapain bu?" dia jawab "Bisa di jadiin makanan kambing, kambing saya juga." trus kita tanya lagi "Ibu punya sawah?" ibu itu jawab "Tidak. Saya tidak punya sawah." ibu itu kasih tau kita "Kalo mau liat pas motongnya kesitu tuh." Sambil nunjuk ke arah ruangan di sebelah tempat penggorengan. Kita jalan ke tempatnya, kita liat ada bapak-bapak lagi megangin ember di depan mesin. Bapak itu bilang "Untuk Singkong yang kecil di masukin sini. Tapi kalo yang manual di potong sendiri pake itu." Sambil nunjuk ke alat pengiris singkong manual. Kita gak banyak nanya lagi, terus kita pamit ke mereka. Lalu kita pulang.
Di depan rumah mereka persis, aku nyium bau tidak sedap. Antara bau kotoran, atau makanan busuk. Yang pasti baunya sangat menyengat. Sampe di pertigaan kita liat ada kelompok lain lagi menuju ke arah criping telo. Sampe di Homestay Gatotkaca, kita liat ada kak Inu di sana. Kita cerita tentang Criping telo tadi. Sempat kak Inu nanya "Kalian nyobain goreng atau iris singkongnya gak?" kita jawab "Enggak kak." Langsung kak Inu maksa kita ke Criping telo lagi untuk nyobain sambil ngomong "Kalian kalo udah nanya-nanya, kalian harus nyoba bantu kegiatan mereka. Kalo kalian dateng, nanya-nanya terus pulang itu kaya interogasiin orang tau!"
dilanjutin lagi "Sana! Balik lagi, gak mau tau caranya gimana, kalian harus nyoba salah satu kegiatan mereka." Kita pun balik lagi ke Criping telo bareng kak Inu. Di jalan kita mikir "Apa gak aneh, kita udah pamitan, trus tiba-tiba dateng lagi kesana cuman untuk nyobain?" tapi karna kita di suruh, jadi kita lanjutin.
dilanjutin lagi "Sana! Balik lagi, gak mau tau caranya gimana, kalian harus nyoba salah satu kegiatan mereka." Kita pun balik lagi ke Criping telo bareng kak Inu. Di jalan kita mikir "Apa gak aneh, kita udah pamitan, trus tiba-tiba dateng lagi kesana cuman untuk nyobain?" tapi karna kita di suruh, jadi kita lanjutin.
Sampe di Criping telo lagi, kita langsung ngomong ke bapaknya "Maaf pak, hehe. Kita mau nyobain iris singkongnya kalo boleh. Boleh gak pak?" Bapaknya kasih kita kesempatan untuk nyoba.
Pertama si Adinda nyoba, abis itu aku nyoba. Ternyata gak mudah! kalo ngeliat bapaknya ngiris singkongnya keliatan mudah banget. Tapi ternyata pas nyoba lebih susah. Karna untuk irisnya itu kita harus dorong singkongnya ke arah pisaunya dan juga megangin singkongnya supaya gak gerak-gerak pas dipotong, ditambah kita harus angkat pisaunya naik turun, yang pisaunya sendiri lumayang berat.
Setelah aku nyoba, si Kaysan nyobain. Setelah itu kita permisi lagi, trus kita sadar kalo sekarang jam 9. Kita udah janjian sama bu Murni kemarin untuk ke sawah jam 9. Kita langsung jalan ke Homestay Srikandi.
Di sana kita manggil bu Murni, trus kita ajak ke sawahnya dia. Dia pun langsung ke belakang, ngambil pupuk UREA. Kita liat dia punya 1 karung 50 kilo isinya pupuk UREA. Bu Murni ini mengisi 3 ember kosong dengan pupuk UREA miliknya. 2 embernya sekitar 10 liter, dan yang satunya yang besar berkapasitas sekitar 15 liter.
Sambil ngeliantin ibu itu nuang pupuk UREAnya, si Kaysan langsung nanya "Pupuk UREA ini beli di mana bu?" Jawab bu Murni "Di pasar borobudur." Setelah itu kita berangkat ke sawahnya. Aku dan Kaysan yang bawa ember kecil, dan ternyata 1 ember itu berat banget ╚(•⌂•)╝ Di jalan si Adinda mau gantian megang ember sama aku, tapi sebenrnya dia cuman sok kuat ᕕ( ͡° ͜ʖ ͡°)ᕗ
Sampe di sawahnya, bu murni langsung copot sendal, terus nyemplung ke sawahnya. Aku dan Kaysan penasaran dan gak sabar pengen nyobain. Bu Murni pertamanya ngajarin kita caranya. Terus si Kaysan nyoba pertama. Setelah itu aku nyoba. Pas pertama kali aku nyemplung, aku sadar kalo ternyata yang aku injek itu lumpur. Sedangkan aku itu sedikit taku sama yang namanya lumpur yang dalem. Setiap kali aku melangkah di lumpurnya, aku mikir seakan-akan dalamnya lumpur yang aku injak bisa dalem banget.
Gimana kalo tiba-tiba aku terjerumus ke jurang lumpur, yang di dalemnya banyak ikan-ikan besar, serangga dan monster. Aku gak bisa nafas di dalem lumpurnya sambil digerogoti makhluk-makhluk mengerikan. ಠ▃ಠ Itu sih cuman hayalan ku ajah. Setiap kali aku melangkah, aku ngerasa ada yang mencakar kaki ku. Rasanya mirip seperti cangkang binatang atau kayu. Aku gak tau itu apa. Tapi aku tau, di dalam sawah ini pasti ada makhluk yang menunggu kulit manusia untuk dimakan. Sambil menebarkan pupuk UREA, aku berdoa supaya makhluk itu kurang beruntung untuk makan kaki kecil ku (•‿•)
Setelah lama di lumpur, ternyatagak belom ada yang gigit kaki ku. Setelah aku dan Kaysan nyobain, bu Murni lanjut nyebarin sisanya. Setelah itu kita pulang lagi ke rumah, untuk nanya lebih lanjut tentang padi. Di jalan, bu Murni mau beli criping telo. Dia pertamanya mau beli untuk kita, tapi ternyata dia beli untuk dia sendiri. Jadi gini percakapannya di jalan
Bu Murni: "Saya beli singkong dulu ya, untuk kalian."
Kaysan: "Wah, gak usah repot-repot bu."
Bu Murni: "Gak papah, saya sudah bawa uang kok, nih." Sambil ngeliatin uang 10.000
Kaysan: "Kita juga bawa uang kok bu, kita ajah yang beli."
Bu Murni: "Ibu ajah yang beli, gak papah."
Kaysan: "Gak usah bu, jadi ngerepotin."
Bu Murni: "Orang buat saya sendiri kok."
Aku dan Kaysan langsung tengok-tengokan terus ketawa kecil. Sampe di tempat kripik singkongnya, aku, Kaysan, Adinda, nunggu di luar. Tempat pembuat kripiknya gede, pintunya cuman ada 1, ada di samping pabriknya. Setelah bu Murni keluar, kita lanjutin perjalanan pulang ke Homestay.
Sampe di Homestay Srikandi, kita bertiga ngobrol sama bu Murni, lebih dalam tentang padi-padian. Dia cerita banyak tentang padi. Dia jelasin juga, gimana caranya nanem dari sisa panen sebelumnya. Cara untuk nanem lagi yang abis dipanen itu, pertama padi yang masih utuh diinjek-injek supaya patah-patah, setelah semuanya patah padinya dijemur. Aku gak nanya berapa lama dijemurnya, tapi setelah dijemur, ditanem di tanah biasa (Bukan di sawah) selama 1 bulan. Habis itu ditanam di sawah, setelah 1 minggu, di kasih pupuk, terus di cangkul tanahnya pake cangkul kecil. Katanya kak Inu atau kak Melly (Aku lupa siapa yang bilang) kalau cangkul itu ada namanya, yang kecil, yang besar. Setelah padinya berumur 15 hari, dikasih pupuk lagi, setelah 1 bulan dikasih pupuk lagi, ditambah poska juga, supaya subur.
Jam 11 kita semua klompok disuruh kumpul di Homestay Gatotkaca. Di sana kita sharing, apa yang kita dapetin tadi. Setelah kita kimpul, kita pergi lagi (semua klompok) ke ladang singkong sama pak Naim. Aku baru tau ternyata pohon singkong itu tinggi, kecil, daunnya sedikit. Pak Naim menjelaskan gimana cara nyabut pohon singkong sendiri maupun rame-rame. Kalo sendiri, kita harus memblakangi pohonnya, sambil jongkok, terus coba sekeras mungkin untuk berdiri tegak sambil narik pohonnya. Kalo rame-rame gak perlu memblakangi pohonnya. Di sana ada banyak pohon, jadi setiap orang bisa kebagian, tapi karna ada yang gak kuat, cuman yang kuat doang yang nyabut. Setelah dicabut pohonnya, pohonnya ditidurkan di tanah, terus dipotong singkongnya, pake pisau besar, baru di masukin karung.
Kita semua udah nyoba nyabut sampe berkali kali. Setelah semuanya dicabutin kita-kita, kebunnya jadi ancur! Bener-bener kaya abis gempa.
Setelah aku nyoba, si Kaysan nyobain. Setelah itu kita permisi lagi, trus kita sadar kalo sekarang jam 9. Kita udah janjian sama bu Murni kemarin untuk ke sawah jam 9. Kita langsung jalan ke Homestay Srikandi.
Di sana kita manggil bu Murni, trus kita ajak ke sawahnya dia. Dia pun langsung ke belakang, ngambil pupuk UREA. Kita liat dia punya 1 karung 50 kilo isinya pupuk UREA. Bu Murni ini mengisi 3 ember kosong dengan pupuk UREA miliknya. 2 embernya sekitar 10 liter, dan yang satunya yang besar berkapasitas sekitar 15 liter.
Sambil ngeliantin ibu itu nuang pupuk UREAnya, si Kaysan langsung nanya "Pupuk UREA ini beli di mana bu?" Jawab bu Murni "Di pasar borobudur." Setelah itu kita berangkat ke sawahnya. Aku dan Kaysan yang bawa ember kecil, dan ternyata 1 ember itu berat banget ╚(•⌂•)╝ Di jalan si Adinda mau gantian megang ember sama aku, tapi sebenrnya dia cuman sok kuat ᕕ( ͡° ͜ʖ ͡°)ᕗ
Sampe di sawahnya, bu murni langsung copot sendal, terus nyemplung ke sawahnya. Aku dan Kaysan penasaran dan gak sabar pengen nyobain. Bu Murni pertamanya ngajarin kita caranya. Terus si Kaysan nyoba pertama. Setelah itu aku nyoba. Pas pertama kali aku nyemplung, aku sadar kalo ternyata yang aku injek itu lumpur. Sedangkan aku itu sedikit taku sama yang namanya lumpur yang dalem. Setiap kali aku melangkah di lumpurnya, aku mikir seakan-akan dalamnya lumpur yang aku injak bisa dalem banget.
Gimana kalo tiba-tiba aku terjerumus ke jurang lumpur, yang di dalemnya banyak ikan-ikan besar, serangga dan monster. Aku gak bisa nafas di dalem lumpurnya sambil digerogoti makhluk-makhluk mengerikan. ಠ▃ಠ Itu sih cuman hayalan ku ajah. Setiap kali aku melangkah, aku ngerasa ada yang mencakar kaki ku. Rasanya mirip seperti cangkang binatang atau kayu. Aku gak tau itu apa. Tapi aku tau, di dalam sawah ini pasti ada makhluk yang menunggu kulit manusia untuk dimakan. Sambil menebarkan pupuk UREA, aku berdoa supaya makhluk itu kurang beruntung untuk makan kaki kecil ku (•‿•)
Setelah lama di lumpur, ternyata
Bu Murni: "Saya beli singkong dulu ya, untuk kalian."
Kaysan: "Wah, gak usah repot-repot bu."
Bu Murni: "Gak papah, saya sudah bawa uang kok, nih." Sambil ngeliatin uang 10.000
Kaysan: "Kita juga bawa uang kok bu, kita ajah yang beli."
Bu Murni: "Ibu ajah yang beli, gak papah."
Kaysan: "Gak usah bu, jadi ngerepotin."
Bu Murni: "Orang buat saya sendiri kok."
Aku dan Kaysan langsung tengok-tengokan terus ketawa kecil. Sampe di tempat kripik singkongnya, aku, Kaysan, Adinda, nunggu di luar. Tempat pembuat kripiknya gede, pintunya cuman ada 1, ada di samping pabriknya. Setelah bu Murni keluar, kita lanjutin perjalanan pulang ke Homestay.
Sampe di Homestay Srikandi, kita bertiga ngobrol sama bu Murni, lebih dalam tentang padi-padian. Dia cerita banyak tentang padi. Dia jelasin juga, gimana caranya nanem dari sisa panen sebelumnya. Cara untuk nanem lagi yang abis dipanen itu, pertama padi yang masih utuh diinjek-injek supaya patah-patah, setelah semuanya patah padinya dijemur. Aku gak nanya berapa lama dijemurnya, tapi setelah dijemur, ditanem di tanah biasa (Bukan di sawah) selama 1 bulan. Habis itu ditanam di sawah, setelah 1 minggu, di kasih pupuk, terus di cangkul tanahnya pake cangkul kecil. Katanya kak Inu atau kak Melly (Aku lupa siapa yang bilang) kalau cangkul itu ada namanya, yang kecil, yang besar. Setelah padinya berumur 15 hari, dikasih pupuk lagi, setelah 1 bulan dikasih pupuk lagi, ditambah poska juga, supaya subur.
Jam 11 kita semua klompok disuruh kumpul di Homestay Gatotkaca. Di sana kita sharing, apa yang kita dapetin tadi. Setelah kita kimpul, kita pergi lagi (semua klompok) ke ladang singkong sama pak Naim. Aku baru tau ternyata pohon singkong itu tinggi, kecil, daunnya sedikit. Pak Naim menjelaskan gimana cara nyabut pohon singkong sendiri maupun rame-rame. Kalo sendiri, kita harus memblakangi pohonnya, sambil jongkok, terus coba sekeras mungkin untuk berdiri tegak sambil narik pohonnya. Kalo rame-rame gak perlu memblakangi pohonnya. Di sana ada banyak pohon, jadi setiap orang bisa kebagian, tapi karna ada yang gak kuat, cuman yang kuat doang yang nyabut. Setelah dicabut pohonnya, pohonnya ditidurkan di tanah, terus dipotong singkongnya, pake pisau besar, baru di masukin karung.
Kita semua udah nyoba nyabut sampe berkali kali. Setelah semuanya dicabutin kita-kita, kebunnya jadi ancur! Bener-bener kaya abis gempa.
Setelah kita cabutin, kita potong singkongnya menggunakan pisau besar. Habis itu baru dimasukin ke dalem karung besar.
Jam 12 kita balik lagi ke Homestay Gatotkaca, terus kita semua ke rumah pak Pudin, untuk makan siang. Setelah makan siang di sana, kita pergi ke rumah pak Dodo, untuk nyewa sepeda-sepeda. Di sana kita pemanasan juga supaya panas. Kakak-kakaknya ngasih masing masing klompok 2 gembok sepeda, 2 gemboknya bisa dililitin ke 3 sepeda masing masing klompok. Terus kakak-kakaknya bilang, kita mendingan ke tempat pompa ban, terus pompa bannya dulu. Habis itu kita langsung jalan ke Candi Borobudur, tanpa pengawasan kakak-kakak. Jadi kita cari jalan sendiri, capek sendiri. Di jalan menuju ke Candi Borobudur, aku, Adinda, Yla, Donna, Fattah, Kaysan, nyari yang lain, ternyata mereka semua masih jauh di belakang. Aku langsung ke tempat mereka, sampe deket mereka, ternyata sepeda si Yudhis rusak giginya. Si Zaky sama Yudhis berusaha nyoba benerin sepedanya. Kata mereka, sepedanya setiap kali jalan selalu bunyi, setelah beberapa meter pasti rantainya macet. Si Yudhis udah nelfon kakak-kakaknya, aku gak tau dijawab atau enggak, tapi kita gak bisa balik lagi ke pak Dodo cuman untuk nuker sepeda. Aku mondar mandir terus ke belakang sama ke depan, untuk mastiin yang lain gak duluan, dan juga si Yudhis gak papah. Pas aku balik ke tempat Yudhis, si Ceca cerita si Yudhis hampir jatoh ke samping jalan (Samping jalannya itu dalem, semacam got/selokan.) Tapi akhirnya si Yudhis dapet feelnya naik sepeda. Jalan menuju Candi Borobudur itu banyak turunannya, jadi enak. Tapi sebelum ke Candi Borobudur langsung, kita mampir ke tempat pompa ban. Di sana, kita pompa ban, tapi ada beberapa yang gak mau pompa ban, mungkin mereka lagi mencoba hemat uang. Setelah itu kita balik lagi ke jalan menuju Candi Borobudur.
Sampe di Candi Borobudur, kita semua parkir sepeda di tempat pemarkiran motor, sambil mengunci sepeda kita. Setelah dari tempat parkir, kita jalan ke gerbang candi borobudur. Gerbangnya ketutup, tapi masih ada sela kecil untuk kita lewatin. Kita jalan sampe di dalem, kita ketemu kakak-kakaknya. Kita liat sekitar kita rame banget, terus kita semua merapat untuk voting, mau masuk ke Candinya, atau pulang, terus diskusi. Karna kita semua mau pulang ajah, jadi kita sepakat untuk pulang. Sebelum kita jalan, kakak-kakaknya nyuruh kita untuk jalan lewat jalan yang beda, supaya tau lebih banyak soal tempat-tempatnya, dan juga bisa melewati jalan yang lebih bagus pemandangannya, siapa tau bisa foto-foto ᕕ( ͡° ͜ʖ ͡°)ᕗ. Di jalan pulang, kita nemu jalan yang penuh dengan sawah, di sana kita juga bisa lihat ujung Candi Borobudur nongol dari pepohonan.
Di sana kita foto-foto, ada yang bawa sepeda, dorong-dorongan, gendong-gendongan. Setelah foto-foto kita jalan lagi pulang ke rumah.
Pulang ke rumah banyak sekali tanjakan, yang membuat aku lelah, tapi kita gak sama sekali istirahat di jalan. Saat kita sedang jalan, ada jalan masuk ke plataran. Aku gak yakin itu tempat apa, tapi Kaysa nyuruh kita semua ke sana, karna aku di belakangnya persis, aku ikutin dia. Habis masuk, aku liat ada satpam di dalem sebuah pos lagi duduk. Tiba-tiba dia teriak ke kita semua "BERENTI DEK! BERENTI! Kalian mau ke mana?!" Jawab Kaysan "Mau ke desa maitan pak." terus bapaknya jawab "Bukan ke sini! Di dalem lagi ada kunjungan, kalian gak boleh masuk." Kita pun keluar dengan bingung mau pergi kemana, tapi kita tetep jalan, tapi ke arah balik lagi ke borobudur.
Jam 12 kita balik lagi ke Homestay Gatotkaca, terus kita semua ke rumah pak Pudin, untuk makan siang. Setelah makan siang di sana, kita pergi ke rumah pak Dodo, untuk nyewa sepeda-sepeda. Di sana kita pemanasan juga supaya panas. Kakak-kakaknya ngasih masing masing klompok 2 gembok sepeda, 2 gemboknya bisa dililitin ke 3 sepeda masing masing klompok. Terus kakak-kakaknya bilang, kita mendingan ke tempat pompa ban, terus pompa bannya dulu. Habis itu kita langsung jalan ke Candi Borobudur, tanpa pengawasan kakak-kakak. Jadi kita cari jalan sendiri, capek sendiri. Di jalan menuju ke Candi Borobudur, aku, Adinda, Yla, Donna, Fattah, Kaysan, nyari yang lain, ternyata mereka semua masih jauh di belakang. Aku langsung ke tempat mereka, sampe deket mereka, ternyata sepeda si Yudhis rusak giginya. Si Zaky sama Yudhis berusaha nyoba benerin sepedanya. Kata mereka, sepedanya setiap kali jalan selalu bunyi, setelah beberapa meter pasti rantainya macet. Si Yudhis udah nelfon kakak-kakaknya, aku gak tau dijawab atau enggak, tapi kita gak bisa balik lagi ke pak Dodo cuman untuk nuker sepeda. Aku mondar mandir terus ke belakang sama ke depan, untuk mastiin yang lain gak duluan, dan juga si Yudhis gak papah. Pas aku balik ke tempat Yudhis, si Ceca cerita si Yudhis hampir jatoh ke samping jalan (Samping jalannya itu dalem, semacam got/selokan.) Tapi akhirnya si Yudhis dapet feelnya naik sepeda. Jalan menuju Candi Borobudur itu banyak turunannya, jadi enak. Tapi sebelum ke Candi Borobudur langsung, kita mampir ke tempat pompa ban. Di sana, kita pompa ban, tapi ada beberapa yang gak mau pompa ban, mungkin mereka lagi mencoba hemat uang. Setelah itu kita balik lagi ke jalan menuju Candi Borobudur.
Sampe di Candi Borobudur, kita semua parkir sepeda di tempat pemarkiran motor, sambil mengunci sepeda kita. Setelah dari tempat parkir, kita jalan ke gerbang candi borobudur. Gerbangnya ketutup, tapi masih ada sela kecil untuk kita lewatin. Kita jalan sampe di dalem, kita ketemu kakak-kakaknya. Kita liat sekitar kita rame banget, terus kita semua merapat untuk voting, mau masuk ke Candinya, atau pulang, terus diskusi. Karna kita semua mau pulang ajah, jadi kita sepakat untuk pulang. Sebelum kita jalan, kakak-kakaknya nyuruh kita untuk jalan lewat jalan yang beda, supaya tau lebih banyak soal tempat-tempatnya, dan juga bisa melewati jalan yang lebih bagus pemandangannya, siapa tau bisa foto-foto ᕕ( ͡° ͜ʖ ͡°)ᕗ. Di jalan pulang, kita nemu jalan yang penuh dengan sawah, di sana kita juga bisa lihat ujung Candi Borobudur nongol dari pepohonan.
Di sana kita foto-foto, ada yang bawa sepeda, dorong-dorongan, gendong-gendongan. Setelah foto-foto kita jalan lagi pulang ke rumah.
Pulang ke rumah banyak sekali tanjakan, yang membuat aku lelah, tapi kita gak sama sekali istirahat di jalan. Saat kita sedang jalan, ada jalan masuk ke plataran. Aku gak yakin itu tempat apa, tapi Kaysa nyuruh kita semua ke sana, karna aku di belakangnya persis, aku ikutin dia. Habis masuk, aku liat ada satpam di dalem sebuah pos lagi duduk. Tiba-tiba dia teriak ke kita semua "BERENTI DEK! BERENTI! Kalian mau ke mana?!" Jawab Kaysan "Mau ke desa maitan pak." terus bapaknya jawab "Bukan ke sini! Di dalem lagi ada kunjungan, kalian gak boleh masuk." Kita pun keluar dengan bingung mau pergi kemana, tapi kita tetep jalan, tapi ke arah balik lagi ke borobudur.
Di jalan kita nemu pertigaan yang di maksud orang yang sempat ngasih tau kita jalan ke maitan, di jalan itu kita ketemu kak Inu, kak Melly, kak Kukuh, mereka lagi duduk-duduk di motor, mereka bilang, mereka liat kita kelewatan jalannya, tapi mereka biarin ajah ఠ_ఠ
Kita disuruh untuk liat ibu-ibu yang sedang bertani sama kak Inu, kita disuruh untuk ke sana dan coba tanya-tanya, khususnya untuk Kaysan yang mau fokus ke padi. Di sawahnya kita nanya nanya ibunya, nama ibu itu ibu Marina, dia sedang nyangkul sawahnya menggunakan cangkul kecil. Beberapa kita nyoba, termasuk aku. Setelah dari sana, kita langsung pulang lagi ke rumah.
Kita disuruh untuk liat ibu-ibu yang sedang bertani sama kak Inu, kita disuruh untuk ke sana dan coba tanya-tanya, khususnya untuk Kaysan yang mau fokus ke padi. Di sawahnya kita nanya nanya ibunya, nama ibu itu ibu Marina, dia sedang nyangkul sawahnya menggunakan cangkul kecil. Beberapa kita nyoba, termasuk aku. Setelah dari sana, kita langsung pulang lagi ke rumah.
Sampe di Homestay Gatotkaca, kita jalan lagi ke rumah pak Pudin, untuk makan malem. Di sana kita juga di suruh bikin log book dan mindmap. Mindmapnya itu tentang apa yang kita pikirin pertamakali ngeliat maitan. Kakak-kakaknya mau membantu kita supaya kita bisa lebih fokus ke satu hal, supaya kita bisa kejar dan tulis apa yang kita mau. Setelah mindmap ku jadi, kak Inu bantu aku tau apa yang mau aku fokusin. Setelah ngobrol-ngrbrol, aku dapet yang aku mau fokusin dan yang aku mau fokusin itu tentang "TEMPE". Setelah dari situ kita pulang, ada yang mandi, ada yang enggak (Aku). Setelah itu aku tidur. ب_ب
Nama dan anggota kelompok(supaya gak lupa):
Kelompok Marimas Rasa Soto: Aku, Kaysan, Adinda
Kelompok Nasi Uduk: Yudhis, Fattah, Yla
Kelompok Rawon Ayam: Zaky, Ceca, Donna
Kelompok Nasi Uduk: Yudhis, Fattah, Yla
Kelompok Rawon Ayam: Zaky, Ceca, Donna